Perjanjian hutang piutang sebaiknya memang memakai surat tertulis dan anda bisa membuat sendiri tanpa harus melalui notaris dengan catatan tetap dilengkapi adanya saksi yang kuat.
Baik perusahaan maupun pribadi tentu ada kalanya mengalami kesulitan finansial sehingga menuntut untuk melakukan hutang agar bisa menutupi kebutuhan dana yang sudah mendesak.
Demikian pula jika posisi anda ialah sebagai kreditur, maka untuk memperkuat status anda dalam upaya melakukan penagihan memang sebaiknya dengan membawa surat perjanjian hutang piutang supaya pihak yang ditagih dapat lebih memperhatikan kewajibannya.
Contoh format surat perjanjian hutang piutang sederhana
Berikut ini adalah contoh format surat perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dengan peminjam dana untuk kebutuhan pembiayaan modal usaha:
Surat perjanjian ini sebaiknya di tanda tangani oleh pihak pihak terkait khususnya bagi peminjam harus bertanda tangan di atas materai untuk menjadikan kekuatan hukumnya.
Menurut KUHPerdata, apabila salah satu pihak tidak menjalankan atau tidak memenuhi kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam perjanjian atau pun telah memenuhi kewajibannya namun tidak sebagaimana yang ditentukan, maka perbuatannya tersebut dikategorikan sebagai wanprestasi.
Dalam prakteknya untuk menyatakan seseorang telah melanggar perjanjian dan dianggap melakukan wanprestasi, ia harus diberi surat peringatan terlebih dahulu (somasi).
Surat somasi tersebut harus menyatakan dengan jelas bahwa satu pihak telah melanggar ketentuan perjanjian (cantumkan pasal dan ayat yang dilanggar). Disebutkan pula dalam somasi tersebut tentang upaya hukum yang akan diambil jika pihak pelanggar tetap tidak mematuhi somasi yang dilayangkan.
Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta dibawah tangan tanda tangan diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang mendapatkan hak darinya.
Berkaitan dengan meterai atau bea meterai menurut Pasal 2 Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai disebutkan bahwa terhadap surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata maka dikenakan atas dokumen tersebut bea meterai.
Dengan demikian maka jika tanpa meterai dalam suatu surat perjanjian (misalnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa) maka tidak berarti perbuatan hukumnya (perjanjian tersebut) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena tidak adanya perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUHPerdata.
Bagian dari kontributor tetap centrausaha.com sejak dirilis tahun 2016 hingga sekarang. Menerima jasa penulisan artikel dengan topik peluang usaha, bisnis dan keuangan.