Asuransi adalah salah satu cara untuk memberi perlindungan pada banyak hal mulai dari rumah, mobil, pendidikan, hingga kesehatan diri sendiri. Adanya asuransi akan menghindarkan kita dari kerugian yang lebih besar atau mempercepat untuk mencapai tujuan yang kita inginkan.
Pada asuransi konvensional, kita hanya perlu membayarkan premi pada penyedia asuransi. Perlindungan pun bisa didapat dengan mengajukan klaim sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Namun kini ada produk asuransi syariah yang mulai banyak dilirik masyarakat. Meski sekilas hanya mendapatkan tambahan label syariah, ternyata ada cukup banyak perbedaan antara asuransi syariah dan konvensional mulai dari akad yang digunakan, pembagian keuntungan, hingga status kepemilikan dana.
Agar lebih jelas, berikut adalah beberapa perbedaan asuransi syariah dan konvensional beserta penjelasan singkatnya.
Perbandingan Asuransi Syariah vs Konvensional
1. Akad / Perjanjian Awal
Asuransi syariah menggunakan prinsip tolong menolong sehingga akad yang menjadi landasan adalah akad takaful. Dengan konsep ini, dana dari peserta akan dikumpulkan menjadi dana tabarru (dana sosial). Jika ada salah seorang peserta yang terkena musibah, maka peserta lainnya bisa membantu melalui dana tersebut.
Pada asuransi konvensional, akad yang digunakan adalah akad tabaduli atau akad jual-beli. Akad ini dijalankan menurut syara’ dan harus memiliki kejelasan yang menyangkut pembeli, penjual, objek yang diperjualbelikan, harga, dan ijab qabul.
2. Pengawasan Dana
Dalam proses pengawasan dana, perusahaan asuransi syariah melibatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertanggung jawab langsung kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Tugas dari DPS adalah untuk mengawasi banyak hal mulai dari sistem operasional, pengembangan produk, pengembangan sumber daya manusia, hingga kebijakan investasi yang diambil perusahaan asuransi agar selalu sesuai dengan prinsip syariah.
Sedangkan dalam asuransi konvensional, tidak ada badan pengawas khusus yang ditugaskan untuk mengawasi kegiatan dan transaksi perusahaan. Namun secara umum, setiap perusahaan asuransi resmi dan terdaftar harus tunduk pada peraturan yang dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
3. Pertanggungan Risiko
Asuransi syariah menerapkan sistem pengelolaan risiko berdasarkan prinsip ta’awuni (sharing of risk) di antara peserta. Prinsip ini terwujud dalam bentuk penghimpunan dana tabarru dari seluruh peserta yang bertujuan sebagai dana tolong-menolong jika terjadi musibah pada salah satu peserta.
Unttuk asuransi konvensional sendiri menggunakan sistem tabaduli (transfer of risk), di mana resiko nasabah dipindahkan kepada perusahaan asuransi. Meski begitu nasabah tersebut harus membayar sejumlah uang tertentu (premi) kepada pihak asuransi sebagai bentuk kompensasi.
4. Status Kepemilikan Dana
Pada asuransi syariah, setiap peserta memiliki hak penuh atas kepemilikan dana. Perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola yang mengedepankan transparansi dan memastikan pembagian yang adil untuk masing-masing peserta.
Di sisi lain, status transfer of risk membuat perusahaan asuransi konvensional memiliki wewenang penuh atas alokasi dana dan investasi dari setiap peserta asuransi.
5. Pengelolaan Dana
Perusahaan asuransi syariah memberi jaminan untuk mengelola dana investasi peserta berdasarkan akad tijarah yang bebas dari unsur gharar (ketidakjelasan), maysir (perj*dian), riba (bunga), dan zhulm (ketidakadilan).
Dana peserta nantinya akan diinvestasikan pada berbagai instrumen investasi berbasis syariah, mulai dari reksadana syariah, saham syariah, serta obligasi syariah (sukuk).
Sedangkan pada asuransi konvensional, dana yang terkumpul nantinya akan dikelola sesuai perjanjian, misalnya dialihkan sebagian ke biaya dan investasi, atau instrumen lainnya demi mendapatkan keuntungan maksimal.
6. Dana Hangus
Dalam asuransi syariah tidak ada istilah dana hangus. Dana yang sudah dibayarkan tetap akan bisa diambil meski nantinya ada sebagian kecil yang diikhlaskan sebagai dana tabarru.
Jadi ketika seseorang tidak sanggup melanjutkan asuransi syariah, dana tetap dapat ditarik dengan jumlah yang sesuai dengan yang telah dibayarkan kepada perusahaan asuransi syariah.
Hal ini tentu berbeda dengan asuransi konvensional. Status dana akan dianggap hangus ketika periode polis berakhir, tidak sanggup membayar premi, dan ketentuan lain yang telah ditetapkan di awal.
7. Pembagian Keuntungan
Surplus underwriting adalah dana yang diberikan kepada peserta jika terdapat kelebihan pada rekening dana sosial (tabarru). Jika terjadi hal semacam ini, maka akan ada pembagian keuntungan yang besarnya ditentukan dari besarnya kontribusi masing-masing peserta.
Sementara itu asuransi konvensional tidak memberikan keuntungan pengelolaan dana semacam ini. Pengelolaan dana nantinya akan diambil langsung oleh perusahaan secara sepihak, seperti biaya admin dan lainnya.
Meski begitu ada beberapa produk asuransi konvensional yang memberikan fitur no-claim bonus. Hal ini merupakan pemberian kompensasi pada nasabah yang tidak pernah melakukan klaim dalam jangka waktu tertentu.
8. Pembayaran Klaim Polis
Asuransi syariah memakai sistem pencairan dana di tabungan bersama, yaitu dana yang sudah diikhlaskan peserta untuk saling tolong menolong antar nasabah. Sedangkan asuransi konvensional mendapatkan dana pertanggungan langsung dari perusahaan asuransi dengan didasari oleh perbandingan risiko serta modalnya.
Untuk asuransi konvensional, satu orang hanya bisa memegang satu polis saja. Hal ini tentu membuat biaya pembayaran premi menjadi lebih tinggi, karena setiap orang dalam keluarga inti harus memiliki premi tersendiri.
Dengan asuransi syariah, satu keluarga dapat memegang satu polis yang sama dan bisa mendapatkan manfaatnya sekaligus.
Satu hal lagi, asuransi syariah juga memungkinkan kita untuk melakukan double claim, sehingga kita bisa mengajukan dua klaim pada dua asuransi yang berbeda.